Aku Jadi Pengantin Muridku Bag 2
Aku menghela nafas sejenak sambil
berpikir menimbang-nimbang permintaan Rendy. Sebenarnya aku tidak begitu
rugi apabila aku menginap di rumah bu Diana. Aku bisa menghemat uang
kosku selama setengah bulan kalau aku menginap di rumah bu Diana.
Lagipula aku akan lebih bisa mengawasi Rendy untuk belajar menghadapi
ujian semesternya yang kian mendekat, dengan begitu, aku bisa mendapat
kesempatan untuk mengamankan pekerjaanku. Sebenarnya yang perlu
kulakukan hanyalah memastikan kalau Rendy tidak "mengerjaiku" lebih
parah dari kemarin.
"Baiklah, kakak setuju. Tapi kamu juga harus berjanji, kamu harus
belajar yang rajin selama kakak tinggal di rumahmu." Anggukku sambil
memberinya penawaran.
"Berees, kak! Asal kakak mau menurutiku selama itu, aku pasti belajar!" jawabnya dengan bersemangat.
"Iya, iya.." balasku dengan perasaan agak lega.
Kami lalu segera beranjak ke kamar Rendy dan aku pun mulai mengajarinya.
Tapi hari ini ada yang berbeda dari Rendy. Ia tampak lebih serius dan
bersemangat dalam menyimak penjelasanku. Kurasa dia sudah cukup senang
saat mendengar aku akan menginap di rumahnya 2 hari lagi. Tak lama
kemudian, kudengar suara bu Diana di lantai bawah.
"Nah, Mami sudah pulang! Kakak tunggu sebentar ya! Aku mau bicara dulu dengan Mami!"
Rendy segera beranjak dari kursinya dan keluar dari kamarnya tanpa
menghiraukanku. Sayup-sayup kudengar suara percakapan Rendy dengan bu
Diana, namun aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka
katakan. Sambil menunggu Rendy, aku mempersiapkan soal-soal latihan yang
akan kuberikan untuknya nanti. Sekitar 5 menit kemudian, Rendy kembali
ke kamarnya bersama bu Diana.
"Halo, Erina. Rendy meminta saya untuk mengizinkanmu tinggal di rumah ini selama saya tidak di rumah."
"Eh? I.. iya, bu Diana! Rendy memberitahu saya kalau ia ingin mendapat
les tambahan dari saya selama bu Diana tidak dirumah.. Katanya.. untuk
persiapan ujian semester.." ujarku dengan agak gugup.
"Wah, kebetulan sekali kalau begitu! Soalnya tante Rendy juga akan ikut
ke Jerman. Makanya tadi saya sempat mengajak Rendy untuk ikut. Tapi
karena ada ulangannya yang penting, Saya jadi ragu-ragu."
"Jadi?" tanyaku
"Kalau kamu mau, Saya memperbolehkan kamu tinggal disini selama saya
tidak dirumah. Tapi saya juga meminta kamu untuk mengurus Rendy selama
itu. Sebagai gantinya, saya akan berikan tambahan bonus untukmu di akhir
bulan ini. Bagaimana?" Jawab bu Diana memberikan tawaran.
"Baik, bu Diana. Saya setuju!" anggukku sambil tersenyum. Sekarang aku
mendapat tambahan keuntungan dengan menerima tawaran Rendy. Dengan bonus
yang disediakan bu Diana dan penghematan uang kosku selama setengah
bulan, aku bisa menambah uang tabunganku sekaligus membiayai sebagian
keperluanku bulan depan.
"Baguslah! Kalau begitu, Erina, tolong kamu siapkan barang-barangmu yang
akan kamu bawa untuk tinggal disini. Lusa nanti saya akan menjemputmu
sebelum kamu mengajar Rendy." Ujar bu Diana.
"Iya, bu Diana!" aku mengiyakan permintaan bu Diana.
Setelah menyelesaikan tugasku hari itu, aku segera bergegas pulang untuk
mulai mengemas barang-barangku. Untunglah aku tidak memiliki banyak
barang selain pakaian dan perlengkapan-perlengkapan kecil milikku. Aku
juga memberitahu pemilik rumah kosku bahwa aku akan pindah selama
setengah bulan. Syukurlah mereka mau mengerti dan bersedia menyimpankan
kamar bagiku apabila aku kembali.
2 hari kemudian, bu Diana dan Rendy pun datang menjemputku sebelum aku
mengajar Rendy. Aku lalu diantar ke rumah mereka. Aku diizinkan untuk
tidur di kamar tamu di lantai bawah. Malam harinya, aku diberitahu bu
Diana tugas-tugasku di rumah itu selama bu Diana di luar negeri. Aku
diminta untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga seperti
memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Aku sudah terbiasa memasak dan
mencuci sendiri sejak kecil, maka tugas ini tidak lagi sesulit yang
kubayangkan. Lagipula untuk keperluan sehari-hari, bu Diana sudah
menyuruh anak buahnya untuk mengantar bahan makanan dan supir studio
untuk mengantar-jemput kami. Apabila ada hal lainnya yang diperlukan,
aku hanya perlu menelepon studio untuk meminta bantuan mereka. Esok
harinya, bu Diana sudah berangkat saat aku pulang dari kuliah. Sehingga
hanya ada aku dan Rendy sendiri di rumah. Aku segera menuju kamar mandi
untuk membersihkan tubuhku. Seusai mandi, aku benar-benar terkejut saat
melihat semua pakaian milikku menghilang. Hanya ada satu pelaku yang
dapat melakukan hal ini! Aku lalu menutupi tubuhku dengan selembar
handuk yang untungnya, tidak sempat diambil oleh "pencuri" itu. Aku
segera naik ke lantai atas untuk mengambil kembali pakaian milikku.
"Rendy! Reendyy!! Buka pintunya!" Seruku sambil menggedor kamar Rendy.
Pintu kamar itu sedikit dibuka dan wajah Rendy muncul dari sela-sela
pintu kamar itu.
"Ya, ada apa kak?!" tanyanya padaku. Namun matanya segera melirik
tubuhku yang hanya berbalutkan sebuah handuk dan ia tersenyum
cengengesan melihat keadaanku.
"Wah, waah.. Kakak sudah tidak sabaran ya?" tanyanya sambil tertawa kecil.
"Huuh! Dasar usiil!! Ayo, kembalikan baju kakak!!" gerutuku.
"Lhooo.. memangnya baju kakak kuambil? Apa ada buktinya?"
"Kalau bukan kamu siapa lagii? Sudah, ayo cepat kembalikan baju kakak!"
"Kak, kalau menuduh orang tanpa bukti itu tidak baik lho! Hukumannya,
aku tidak mau memberitahu dimana kusembunyikan baju kakak, Hehehe.."
Rendy tersenyum mengejekku dan menutup dan mengunci pintu kamarnya
dihadapanku.
"Aah! Hei, Rendy! Tunggu duluu.." protesku, tapi Rendy sudah keburu menutup pintu kamarnya sambil mengejekku dibalik pintu.
Aku pun terpaksa menggigil kedinginan, suhu di rumah itu dingin sekali
karena dipasangi AC, ditambah lagi aku baru saja mandi dan sekarang
tubuhku hanya ditutupi oleh selembar handuk saja. Selama beberapa menit
aku terus menggedor pintu kamar Rendy dan berusaha membujuknya, namun ia
sama sekali tidak menggubrisku.
"HATSYII..!!!" Karena tidak biasa, aku pun bersin akibat pilek karena suhu dingin itu.
"Kak! Kakak pilek, ya?" tiba-tiba terdengar suara Rendy dari balik pintu.
"I.. iya.. Rendy, tolong... kembalikan pakaian kakak.. disini dingin sekali.. kakak tidak tahan.."
"Oke deh, tapi kakak harus mau memakai pakaian yang kuberikan ya!"
"Iya.. iya.. cepat doong... Kakak kedinginan disini.." pintaku pada Rendy
Rendy kembali keluar dari kamarnya. Ia melihat sekujur tubuhku yang
menggigil kedinginan. Anehnya, raut wajahnya tampak berubah, ia tidak
lagi tampak senang ataupun puas mengerjaiku. Kini ia tampak agak
gelisah.
"Haa.. HATSYII!!!" kembali aku bersin dihadapannya. Kulihat raut wajahnya semakin cemas saja melihat keadaanku.
"Ayo Kak, ikut denganku!" pinta Rendy padaku yang segera kuturuti saja.
Rendy menuntunku ke ruang disebelah kamarnya. Pintu ruang itu dikunci,
namun Rendy segera membuka pintu itu dengan sebuah kunci di tangannya.
Begitu aku masuk, aku takjub melihat puluhan helai gaun pengantin putih
dalam berbagai ukuran dan model yang tergantung rapi di kamar itu.
Berbagai aksesoris pengantin wanita juga tertata rapi bersama gaun-gaun
itu. Rupanya kamar itu adalah kamar desain bu Diana sekaligus tempatnya
menyimpan hasil rancangannya yang belum dikirim ke studio.
"Kak, aku minta kakak memakai baju itu." ujar Rendy seraya menunjuk ke
arah sehelai gaun pengantin putih yang dipasang di sebuah mannequin.
"Apaa?! Kenapa kakak harus memakai baju seperti itu? Memangnya kakak mau
menikah, apa?!" jawabku setengah tak percaya, setengah kebingungan.
"Ya, sudah! Kalau kakak tidak mau, kakak boleh memakai handuk itu saja kok!" balas Rendy.
"Iyaa! Dasar!! Kamu mintanya yang aneh-aneh saja!!" ujarku agak kesal.
Terpaksa kuturuti permintaan Rendy, daripada pilekku semakin parah.
"Oh iya Kak!"
"Apa lagii?"
"Pakaiannya yang lengkap ya, Kak! Soalnya baju itu sudah 1 set dengan aksesorisnya!" pinta Rendy.
"Jangan lupa juga untuk merias diri dengan kosmetik Mami ya Kak! Sudah kusiapkan lhoo.." imbuhnya.
Aku menghela nafas sejenak sambil berpikir menimbang-nimbang permintaan
Rendy. Sebenarnya aku tidak begitu rugi apabila aku menginap di rumah bu
Diana. Aku bisa menghemat uang kosku selama setengah bulan kalau aku
menginap di rumah bu Diana. Lagipula aku akan lebih bisa mengawasi Rendy
untuk belajar menghadapi ujian semesternya yang kian mendekat, dengan
begitu, aku bisa mendapat kesempatan untuk mengamankan pekerjaanku.
Sebenarnya yang perlu kulakukan hanyalah memastikan kalau Rendy tidak
"mengerjaiku" lebih parah dari kemarin.
"Baiklah, kakak setuju. Tapi kamu juga harus berjanji, kamu harus
belajar yang rajin selama kakak tinggal di rumahmu." Anggukku sambil
memberinya penawaran.
"Berees, kak! Asal kakak mau menurutiku selama itu, aku pasti belajar!" jawabnya dengan bersemangat.
"Iya, iya.." balasku dengan perasaan agak lega.
Kami lalu segera beranjak ke kamar Rendy dan aku pun mulai mengajarinya.
Tapi hari ini ada yang berbeda dari Rendy. Ia tampak lebih serius dan
bersemangat dalam menyimak penjelasanku. Kurasa dia sudah cukup senang
saat mendengar aku akan menginap di rumahnya 2 hari lagi. Tak lama
kemudian, kudengar suara bu Diana di lantai bawah.
"Nah, Mami sudah pulang! Kakak tunggu sebentar ya! Aku mau bicara dulu dengan Mami!"
Rendy segera beranjak dari kursinya dan keluar dari kamarnya tanpa
menghiraukanku. Sayup-sayup kudengar suara percakapan Rendy dengan bu
Diana, namun aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka
katakan. Sambil menunggu Rendy, aku mempersiapkan soal-soal latihan yang
akan kuberikan untuknya nanti. Sekitar 5 menit kemudian, Rendy kembali
ke kamarnya bersama bu Diana.
"Halo, Erina. Rendy meminta saya untuk mengizinkanmu tinggal di rumah ini selama saya tidak di rumah."
"Eh? I.. iya, bu Diana! Rendy memberitahu saya kalau ia ingin mendapat
les tambahan dari saya selama bu Diana tidak dirumah.. Katanya.. untuk
persiapan ujian semester.." ujarku dengan agak gugup.
"Wah, kebetulan sekali kalau begitu! Soalnya tante Rendy juga akan ikut
ke Jerman. Makanya tadi saya sempat mengajak Rendy untuk ikut. Tapi
karena ada ulangannya yang penting, Saya jadi ragu-ragu."
"Jadi?" tanyaku
"Kalau kamu mau, Saya memperbolehkan kamu tinggal disini selama saya
tidak dirumah. Tapi saya juga meminta kamu untuk mengurus Rendy selama
itu. Sebagai gantinya, saya akan berikan tambahan bonus untukmu di akhir
bulan ini. Bagaimana?" Jawab bu Diana memberikan tawaran.
"Baik, bu Diana. Saya setuju!" anggukku sambil tersenyum. Sekarang aku
mendapat tambahan keuntungan dengan menerima tawaran Rendy. Dengan bonus
yang disediakan bu Diana dan penghematan uang kosku selama setengah
bulan, aku bisa menambah uang tabunganku sekaligus membiayai sebagian
keperluanku bulan depan.
"Baguslah! Kalau begitu, Erina, tolong kamu siapkan barang-barangmu yang
akan kamu bawa untuk tinggal disini. Lusa nanti saya akan menjemputmu
sebelum kamu mengajar Rendy." Ujar bu Diana.
"Iya, bu Diana!" aku mengiyakan permintaan bu Diana.
Setelah menyelesaikan tugasku hari itu, aku segera bergegas pulang untuk
mulai mengemas barang-barangku. Untunglah aku tidak memiliki banyak
barang selain pakaian dan perlengkapan-perlengkapan kecil milikku. Aku
juga memberitahu pemilik rumah kosku bahwa aku akan pindah selama
setengah bulan. Syukurlah mereka mau mengerti dan bersedia menyimpankan
kamar bagiku apabila aku kembali.
2 hari kemudian, bu Diana dan Rendy pun datang menjemputku sebelum aku
mengajar Rendy. Aku lalu diantar ke rumah mereka. Aku diizinkan untuk
tidur di kamar tamu di lantai bawah. Malam harinya, aku diberitahu bu
Diana tugas-tugasku di rumah itu selama bu Diana di luar negeri. Aku
diminta untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga seperti
memasak, mencuci dan membersihkan rumah. Aku sudah terbiasa memasak dan
mencuci sendiri sejak kecil, maka tugas ini tidak lagi sesulit yang
kubayangkan. Lagipula untuk keperluan sehari-hari, bu Diana sudah
menyuruh anak buahnya untuk mengantar bahan makanan dan supir studio
untuk mengantar-jemput kami. Apabila ada hal lainnya yang diperlukan,
aku hanya perlu menelepon studio untuk meminta bantuan mereka. Esok
harinya, bu Diana sudah berangkat saat aku pulang dari kuliah. Sehingga
hanya ada aku dan Rendy sendiri di rumah. Aku segera menuju kamar mandi
untuk membersihkan tubuhku. Seusai mandi, aku benar-benar terkejut saat
melihat semua pakaian milikku menghilang. Hanya ada satu pelaku yang
dapat melakukan hal ini! Aku lalu menutupi tubuhku dengan selembar
handuk yang untungnya, tidak sempat diambil oleh "pencuri" itu. Aku
segera naik ke lantai atas untuk mengambil kembali pakaian milikku.
"Rendy! Reendyy!! Buka pintunya!" Seruku sambil menggedor kamar Rendy.
Pintu kamar itu sedikit dibuka dan wajah Rendy muncul dari sela-sela
pintu kamar itu.
"Ya, ada apa kak?!" tanyanya padaku. Namun matanya segera melirik
tubuhku yang hanya berbalutkan sebuah handuk dan ia tersenyum
cengengesan melihat keadaanku.
"Wah, waah.. Kakak sudah tidak sabaran ya?" tanyanya sambil tertawa kecil.
"Huuh! Dasar usiil!! Ayo, kembalikan baju kakak!!" gerutuku.
"Lhooo.. memangnya baju kakak kuambil? Apa ada buktinya?"
"Kalau bukan kamu siapa lagii? Sudah, ayo cepat kembalikan baju kakak!"
"Kak, kalau menuduh orang tanpa bukti itu tidak baik lho! Hukumannya,
aku tidak mau memberitahu dimana kusembunyikan baju kakak, Hehehe.."
Rendy tersenyum mengejekku dan menutup dan mengunci pintu kamarnya
dihadapanku.
"Aah! Hei, Rendy! Tunggu duluu.." protesku, tapi Rendy sudah keburu menutup pintu kamarnya sambil mengejekku dibalik pintu.
Aku pun terpaksa menggigil kedinginan, suhu di rumah itu dingin sekali
karena dipasangi AC, ditambah lagi aku baru saja mandi dan sekarang
tubuhku hanya ditutupi oleh selembar handuk saja. Selama beberapa menit
aku terus menggedor pintu kamar Rendy dan berusaha membujuknya, namun ia
sama sekali tidak menggubrisku.
"HATSYII..!!!" Karena tidak biasa, aku pun bersin akibat pilek karena suhu dingin itu.
"Kak! Kakak pilek, ya?" tiba-tiba terdengar suara Rendy dari balik pintu.
"I.. iya.. Rendy, tolong... kembalikan pakaian kakak.. disini dingin sekali.. kakak tidak tahan.."
"Oke deh, tapi kakak harus mau memakai pakaian yang kuberikan ya!"
"Iya.. iya.. cepat doong... Kakak kedinginan disini.." pintaku pada Rendy
Rendy kembali keluar dari kamarnya. Ia melihat sekujur tubuhku yang
menggigil kedinginan. Anehnya, raut wajahnya tampak berubah, ia tidak
lagi tampak senang ataupun puas mengerjaiku. Kini ia tampak agak
gelisah.
"Haa.. HATSYII!!!" kembali aku bersin dihadapannya. Kulihat raut wajahnya semakin cemas saja melihat keadaanku.
"Ayo Kak, ikut denganku!" pinta Rendy padaku yang segera kuturuti saja.
Rendy menuntunku ke ruang disebelah kamarnya. Pintu ruang itu dikunci,
namun Rendy segera membuka pintu itu dengan sebuah kunci di tangannya.
Begitu aku masuk, aku takjub melihat puluhan helai gaun pengantin putih
dalam berbagai ukuran dan model yang tergantung rapi di kamar itu.
Berbagai aksesoris pengantin wanita juga tertata rapi bersama gaun-gaun
itu. Rupanya kamar itu adalah kamar desain bu Diana sekaligus tempatnya
menyimpan hasil rancangannya yang belum dikirim ke studio.
"Kak, aku minta kakak memakai baju itu." ujar Rendy seraya menunjuk ke
arah sehelai gaun pengantin putih yang dipasang di sebuah mannequin.
"Apaa?! Kenapa kakak harus memakai baju seperti itu? Memangnya kakak mau
menikah, apa?!" jawabku setengah tak percaya, setengah kebingungan.
"Ya, sudah! Kalau kakak tidak mau, kakak boleh memakai handuk itu saja kok!" balas Rendy.
"Iyaa! Dasar!! Kamu mintanya yang aneh-aneh saja!!" ujarku agak kesal.
Terpaksa kuturuti permintaan Rendy, daripada pilekku semakin parah.
"Oh iya Kak!"
"Apa lagii?"
"Pakaiannya yang lengkap ya, Kak! Soalnya baju itu sudah 1 set dengan aksesorisnya!" pinta Rendy.
"Jangan lupa juga untuk merias diri dengan kosmetik Mami ya Kak! Sudah kusiapkan lhoo.." imbuhnya.
Aku menghela nafas dan menutup pintu kamar itu. Memang kulihat gaun itu
dilengkapi dengan mahkota, sarung tangan, bahkan stocking dan sepatu
yang semuanya berwarna putih susu. Luar biasa! Sejenak aku kagum dengan
kepandaian bu Diana dalam merancang gaun itu, komposisi yang disusunnya
benar-benar serasi. Aku lalu menuruti perintah Rendy untuk memakai semua
pakaian itu dengan lengkap. Berat bagiku memang, karena aku belum
pernah memakai gaun pengantin sebelumnya. Setelahnya, aku pun merias
diriku dengan kosmetik milik bu Diana. Kulihat semua kosmetik itu buatan
luar negeri. Aku sendiri agak canggung untuk memakai kosmetik-kosmetik
itu, mengingat harganya yang selangit bagi mahasiswi sepertiku. Tapi
setidaknya, aku mendapat sebuah kesempatan untuk mencoba
kosmetik-kosmetik itu, maka aku berusaha untuk tidak menyia-nyiakan
kesempatan ini. Setelah beberapa lama, aku akhirnya selesai
mempengantinkan diriku. Kubuka pintu kamar itu dan seperti yang sudah
kuduga, Rendy sedari tadi sudah menungguku di depan pintu. Ia tampak
amat terpana melihatku yang berbusana pengantin itu. Busana pengantinku
berupa sebuah gaun pengantin putih yang indah sekali. Atasan gaun
memiliki sepasang puff bahu yang terikat dengan sepasang sarung tangan
satin dengan panjang selengan di kedua tanganku yang kini menutupi
jari-jariku yang lentik. Di bagian perut dan dada gaunku bertaburan
kristal-kristal imitasi yang samar-samar membentuk sebuah pola hati.
Bagian pinggang gaun itu memiliki hiasan kembang-kembang sutra yang
melingkari bagian pinggang gaun itu seperti sebuah ikat pinggang yang
seolah menghubungkan atasan gaunku dengan rok gaun polos yang dihiasi
manik-manik membentuk hiasan bunga-bunga yang bertebaran disekeliling
rok gaunku. Pinggulku dipasangi pita putih besar. Aku juga memakaikan
rok petticoat di pinggangku agar rok gaunku tampak mengembang. Rendy
sendiri tampak kagum melihat cantiknya wajahku yang sudah kurias
sendiri; kelopak mataku kurias dengan eye-shadow berwarna pink dan
alsiku yang kurapikan dengan eye-pencil. Sementara lipstick yang
berwarna pink lembut kupilih untuk melapisi bibirku yang tampak serasi
dengan riasan bedak make-upku.
Riasan mahkota bunga putih tampak serasi dengan rambut hitam-sebahuku
yang kubiarkan tergerai bebas. Aku telah memasang stocking sutra
berwarna putih yang lembut di kakiku yang dilengkapi dengan sepasang
sepatu hak tinggi berwarna putih yang tampak serasi seperti gaun
pengantinku. Tubuhku juga kuberi parfum melati milik bu Diana sehingga
sekujur tubuhku memancarkan aroma melati yang amat wangi.
"Nah, bagaimana?" ujarku pada Rendy yang masih melongo melihat penampilanku.
"Hei! Kok malah bengong sih?!" seruku, yang segera menyadarkan Rendy dari lamunannya.
"E.. eh.. ccantik sekali Kak!" jawab Rendy tergagap-gagap, aku tertawa kecil melihat tingkahnya yang kebingungan.
"Kak, ini.. buat kakak.." Rendy mengulurkan setangkai mawar merah kepadaku. Mawar merah yang indah itu tampak segar berkilauan.
"Waah, terima kasih ya!!" otomatis aku mencium bunga itu untuk menghirup
aromanya. Sejenak aroma yang menyengat memasuki hidungku aku pun
langsung merasa pandanganku tiba-tiba kabur dan tubuhku terasa lemas.
Aku pun ambruk tidak sadarkan diri. Sayup-sayup kulihat senyuman Rendy,
aku berusaha untuk tetap sadarkan diri, namun mataku terasa berat sekali
dan akhirnya aku menutup kelopak mataku. Entah apa yang terjadi pada
tubuhku, namun saat aku sadar, aku melihat diriku sudah terbaring
mengangkang di sebuah ranjang canopy dalam keadaan berbusana pengantin
lengkap. Kedua tanganku terikat di belakang punggungku sementara kakiku
terikat erat di sisi kanan-kiri tiang ranjang itu sehingga posisi
tubuhku mengangkang lebar. Aku merasa amat geli di daerah kewanitaanku,
seperti ada sebuah daging lunak hangat yang menyapu-nyapu daerah
kewanitaanku, terkadang daging itu menusuk-nusuk seolah hendak membuka
bibir kewanitaanku melewati celah vaginaku. Aku juga merasa daerah
disekitar vaginaku amat becek akibat gerakan daging itu.
"Aahh.. oohhh.." Aku pun mendesah pelan menikmati sensasi di
kewanitaanku itu. Rasanya vaginaku seolah diceboki, namun gerakan daging
itu yang seolah berputar-putar mempermainkan vaginaku menimbulkan
sensasi nikmat disekujur tubuhku. Aku merasa tubuhku diairi listrik
tegangan rendah saat daging itu membelah bibir kewanitaanku dan
menyentuh lubang pipisku.
"Eh! Kakak sudah bangun rupanya!!" tiba-tiba kudengar suara Rendy
dibalik gaunku. Aku berusaha mendongak dan kulihat wajah Rendy sedang
berada tepat di depan selangkanganku yang terbuka lebar. Sadarlah aku
kalau "daging" tadi tak lain adalah lidah Rendy yang sedang menjilati
vaginaku. Aku berusaha berontak, namun untuk menutup kedua pahaku yang
sedang terbuka lebar saja amat sulit. Tubuhku terasa amat lemas tanpa
tenaga. Saat aku melihat sekitarku, aku baru sadar kalau aku kini berada
di dalam kamar bu Diana.
"Badan kakak masih belum bisa digerakkan, soalnya pengaruh obat tidur
Mami masih tersisa." Jelas Rendy sambil berjalan ke sampingku.
Sekejap aku merasa amat panik dan berusaha mengerahkan seluruh tenagaku
untuk kabur, tapi sia-sia saja. Tubuhku tidak mau bergerak sedikitpun.
Astaga! Bagaimana aku bisa sebodoh itu mencium aroma bunga yang ditaburi
obat bius?! Niatku untuk menjaga jarak dari Rendy kini sia-sia saja.
Sekarang malah kesucianku terpampang jelas di hadapannya, aku dalam
keadaan terjepit dan tidak bisa kabur lagi.
"Kakak tenang saja, dijamin enak kok! Hehehe.." tawa Rendy terkekeh-kekeh.
"Jangan, Rendy.. Jangan.. kakak mohon!!" pintaku berderai air mata saat
melihat Rendy berbalik berjalan menuju arah selangkanganku.
Namun sia-sia saja, Rendy sama sekali tidak mau mendengar permohonanku.
Aku pun semakin panik dan cemas. Air mataku kembali meleleh membasahi
mataku, namun apa dayaku? Tubuhku kini amat sulit digerakkan karena
ikatan itu ditambah rasa lemas disekujur tubuhku karena pengaruh obat
bius yang tersisa. Kini aku hanya bisa pasrah membiarkan Rendy menyantap
kewanitaanku. Jantungku berdegup semakin kencang dan wajahku merah
merona saat Rendy semakin mendekati selangkanganku. Rendy lalu memegang
kedua pahaku yang mulus. Ia mulai mengendusi paha kananku sementara paha
kiriku dibelai-belai dengan tangannya.
"Essh.." aku mendesis sesaat setelah bibir Rendy mencium bibir
kemaluanku. Hembusan nafas Rendy di pahaku membuat tubuhku sedikit
mengigil kegelian. Saat bibir kemaluanku bertemu dengan bibir Rendy,
Rendy mulai menjulurkan lidahnya. Seperti lidah ular yang menari-nari,
bibir kemaluanku dijilati olehnya. Kembali bibir kewanitaanku dibelah
oleh lidah Rendy, yang kembali menarikan lidahnya menceboki liang
vaginaku perlahan-lahan. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan
gejolak birahi yang kini mulai melanda diriku, namun tetap saja suara
desahan-desahanku yang tertahan sesekali terdengar keluar dari bibirku
karena rasa nikmat yang menjuluri tubuhku apalagi belaian lembut Rendy
di pahaku semakin terasa geli akibat stocking sutra yang kupakai.
"Haaa?! Aakh..!!" Sontak aku menjerit terkejut saat merasakan sensasi
rasa geli dan nikmat yang tiba-tiba melanda tubuhku. Rupanya Rendy
menjilati klitorisku. Sesekali ia menyentil klitorisku dengan lembut
sehingga sekujur tubuhku seperti dialiri listrik dan bulu kudukku
berdiri. Rendy menyadari bahwa aku mulai dikuasai oleh gejolak birahiku.
Ia terus melancarkan serangannya ke klitorisku. Berulang kali
permohonanku yang disertai dengan desahan kusampaikan ke Rendy, namun ia
malah tampak kian bersemangat mengerjaiku. Kesadaranku pun semakin
menghilang tergantikan dengan rasa nikmat dan hasrat seksual yang
semakin merasuki tubuhku.
"Bagaimana kak? Enak tidak?" tanya Rendy padaku.
"Rendyy.. stoop.. auhhh.. jangaan.."
"Ah masaa? Bukannya kakak mendesah keenakan tuh? Yakin nih, nggak mau
lagi?" ejeknya sambil menjauhkan wajahnya dari kemaluanku. Namun secara
refleks, aku malah mengangkat pinggangku kehadapan wajah Rendy, seolah
menawarkannya untuk kembali mencicipi liang vaginaku.
"Tuh, kan?! Malu-malu mau, nih cewek!" kembali Rendy menghinaku.
Dipeganginya kedua bongkahan pantatku dengan telapak tangannya dan
dtegadahkannya tangannya, sehingga kini pinggangku ikut terangkat tepat
dihadapan wajah Rendy.
"Aww.. aww.. aaahh.." kembali aku merintih saat Rendy mengecup dan
mengisap-isap daging klitorisku. Sesekali aku merasa sentuhan giginya
pada klitorisku dan hisapannya membuatku kini hanya berusaha untuk
mengejar kenikmatan seksualku semata.
SLURP.. SLURP.. Sesekali terdengar suara Rendy yang menyeruput cairan
cintaku yang sudah banyak keluar dari vaginaku, seolah hendak melepas
dahaganya dengan cairan cintaku.
"AAHH.. AAHHH.. AAA.." Desahanku semakin keras. Aku merasa ada sebuah
tekanan luar biasa di vaginaku yang sebentar lagi hendak meledak dari
dalam tubuhku. Otot-otot tubuhku secara otomatis mulai menegang
sendirinya.
"HYAA.. AAAKH!!!" jeritku bersamaan dengan meledaknya tekanan dalam
tubuhku. Tanpa bisa kutahan, pinggangku menggelepar liar, bahkan Rendy
terlontar mundur akibat dorongan tubuhku. Aku bisa merasakan vaginaku
memuncratkan cairan cintaku dalam jumlah yang banyak. Seluruh simpul
sarafku terasa tegang dan kaku saat sensasi geli dan nikmat yang luar
biasa itu menjalari tubuhku, dan akhirnya muncul perasaan lega yang
nyaman setelahnya. Aku pun terkapar kelelahan, nafasku tersengal-sengal.
Tenaga di tubuhku seolah lenyap seketika. Aku sadar, baru saja aku
mengalami orgasme yang luar biasa!
"Wah, waah.. Rupanya galak juga nih, kalau orgasme!" ejek Rendy yang kini terduduk di hadapan selagkanganku.
Ia mendekati vaginaku dan kembali ia menyeruput cairan cintaku yang
masih tersaji di vaginaku setelah ledakan orgasmeku barusan. Aku pun
hanya mendesah kecil tanpa memberontak. Kepalaku serasa kosong dan aku
membiarkan Rendy menikmati cairan cintaku sesuka hatinya. Setelah puas
meminum cairan cintaku, Rendy berdiri di hadapanku dan melepas
pakaiannya sehingga ia telanjang bulat dihadapanku. Bisa kulihat
penisnya yang panjangnya sekitar 14 cm sudah menegang keras melihat
keadaanku yang mengangkang lebar, memamerkan kewanitaanku di depannya.
Rendy berjalan melewati tubuhku hingga akhirnya ia tiba didepan
kepalaku. Rendy lalu berlutut di hadapan wajahku sambil mengocok
penisnya.
"Kak, tadi rasa memek kakak enak sekali loh! Nah sekarang giliran kakak
ya, ngerasain punya Rendy?" seloroh Rendy. Aku yang menyadari kalau
Rendy akan mengoral penisnya dengan mulutku, mulai menjerit meminta
pertolongan.
"TOL.. uumph!!" jeritanku terhenti karena Rendy langsung menyumpalkan
penisnya didalam mulutku. Walaupun ukuran penisnya tidak begitu besar,
namun batang penisnya sudah cukup memenuhi rongga mulutku yang mungil.
"Hhmmphh.. hmph.." suaraku teredam oleh penis Rendy.
Aku berusaha memuntahkan penis itu, namun Rendy memajukan pantatnya
sehingga penisnya tetap masuk didalam mulutku hingga menyentuh
kerongkonganku. Rendy menjambak poni rambutku dan mulai menggerakkan
kepalaku maju mundur. Rasa sakit di ubun-ubunku karena poni rambutku
dijambak sudah cukup untuk membuatku tidak berontak lebih jauh, aku
mengikuti gerakan tangan Rendy yang sedang memaksaku mengulum dan
mempermainkan penisnya dalam mulutku.
"Aahh.. Enaak.." desah Rendy saat penisnya keluar masuk dari mulutku.
"Hmmp.. mpp.. phh.." aku berusaha mengambil nafas untuk menyesuaikan
gerakan penis Rendy dalam mulutku. Kocokan mulutku masih belum berhenti,
namun aku merasa agak mual karena rasa dalam mulutku saat ini.
Sementara leherku juga pegal karena dipaksa naik-turun oleh Rendy.
Beberapa saat kemudian, Rendy berhenti manjambak poniku, aku pun segera
merebahkan kepalaku yang pegal-pegal keatas bantal yang lembut untuk
melepas penat. Namun rupanya penderitaanku belum juga berakhir. Rendy
belum mau melepaskan kenikmatannya dioral olehku. Belum sempat penisnya
keluar dari mulutku, sekarang ia malah menekan selangkangannya ke
wajahku dan menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya kembali
masuk kedalam rongga mulutku. Aku bisa merasakan buah zakarnya yang
tergantung menampar-nampar daguku berulang kali bersamaan dengan gerakan
pantatnya yang maju mundur dihadapan wajahku yang kini tertekan oleh
bantal, aku pun berulang kali tersedak karena penis Rendy dalam mulutku
bergerak dengan amat cepat.
BERSAMBUNG...